Selasa, 25 Maret 2014

Camping Setahun di Gunung Api Purba Nglanggeran


salah satu cara yang dilakukan sebagain banyak orang untuk menikmati momen pergantian tahun adalah melakukan pendakian atau camping.  kebetulan saya diajak dan dipaksa-paksa sahabat saya (hehehehe, peace cil :* ) ikut dia (sebut saja inisialnya Ajeng *eh?) camping ke Gunung Api Purba Nglanggeran. lumayan cita-cita saya melihat kembang api dari ketinggian dan kelip-kelip lampu kota terwujud, saya berterimakasih pada orang yang memaksa dan mengajak saya :D



setelah packing sembari menunggu hujan yang mengguyur Jogja sejak siang hingga magrib, kami berangkat dari kontrakan (ada yang berangkat dari magelang juga sih hehe) setelah solat magrib, dengan kekhawatiran kami terjebak macet di jalur menuju Bukit Bintang atau kehabisan campfee karena berangkat terlalu malam. awalnya kami berencana berangkat jam 3 sore, namun terkendala kuliah dan hujan. berbekal dua tenda serta segala peralatan tetek bengek yang oleh mas-mas yang baik hati dibawakan untuk kami, sebut saja nama samarannya Mas Avip dan Mas Qomar (haha, peace), kami bersembilan dengan Bu Guru Vita, Pras, Joko, Agus, Ika dan si Ajeng. sedang kami sendiri membawa satu tas carrier 60 liter yang membumbung berisi perbekalan, mulai dari air, arang untuk acara bakar jagung dan ayam, roti dan kelengkapan menu roti bakar (menu andalan) serta tas tas ransel biasa untuk baju kami.

porter peralatan camping hehehe

dari Jogja (dan Magelang) kami  naik motor bonceng-boncengan dengan kecepatan 60-70/jam (berkurang saat jalan macet hehe) kami lewat Janti dan Jalan Wonosari untuk menuju arah Bukit Bintang. tidak seperti perkiraan kami, ternyata jalanan lenggang dan tidak macet, mungkin karena ramalan cuaca Jogja hujan kali ya? dari bukit bintang masih naik sampai menemui Polsek Patuk atau biasa kami sebut Perempatan GCD FM. kami berbelok ke kiri karena itu jalur yang terdekat. cukup mengikuti kelokan jalan aspal itu hingga terpampang jelas tulisan arah Gunung Api Purba di sebuah pertigaan dan kami berbelok ke timur, sampailah di lokasi parkiran yang ternyata sudah penuh. kami langsung memberondong si tukang parkir dengan pertanyaan apakah atas penuh orang ngecamp (si mas parkir kan di bawah, ga tau donk yang di atas..?)

setelah packing ulang kami membeli tiket dan memulai pendakian. sekarang ini jalur pendakian menuju puncak sudah sangat mudah karena telah diberikan papan-papan petunjuk arah serta himbauan bagi para wisatawan, dulu masih bisa kesasar (camp pertama saya kesasar :3 wkwkwk). jika merasa lelah, petugas wisata juga telah menyediakan gazebo-gazebo untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan batu-batu yang keren serta hamparan sawah luas membentang atau rimbunnya pepohonan di jalur pendakian.

dari web resmi Gunung Api Purba Nglanggeran gunungapipurba.com diketahui bahwa ternyata Nama Nglanggeran berasal dari kata Planggaran yang mempunyai makna setiap ada perilaku jahat pasti tertangkap/ketahuan. Ada juga yang menuturkan Gunung Nglanggeran berasal dari kata Langgeng artinya desa yang Aman dan Tentram. gunung ini juga disebut sebagai Gunung Wayang, karena bentuk bebatuannya ada yang menyerupai wayang, mitosnya, gunung ini dijaga oleh Kyi Ongko Wijoyo dan Punokawan.
juga katanya gunung ini dilingkari Naga Besar yang memiliki kesaktian menyembuhkan segala bentuk macam penyakit, terbukti dengan adanya pohon Termas yang bentuknya menjalar seperti ular yang dapat mengeluarkan air obat. Namun tidak bisa semua orang bebas mengambil air obat tersebut karena ada pawang khusus yang harus melakukan ritual agar air obat dapat berkhasiat dengan baik. Masyarakat juga yakin bahwa penguasa Desa Nglanggeran Kyai Suyono mempunyai Klangenan Macan Putih yang menjaga dan mengamankan Nglanggeran dari berbagai macam kejahatan,  karena katanya juga di web ini masyarakatnya selalu tentram dan damai (alhamdulillah gak kaya kerusuhan di tv tv kan ya). 
Gunung yang diusulkan dan dinyatakan layak menjadi Geo Park oleh UNESCO ini disusun oleh oleh material vulkanik tua (makanya disebut gunung api puba...). 
Gunung Kelir
karena bentuknya menyerupai Kelir dan dipercaya sebagai tempat tinggalnya Ongko Wijoyo serta Punokawan. 
Sumber Air Comberan
mata airnya tidak pernah kering. air di Sumber Comberan diyakini dapat membuat awet muda jika digunakan untuk mencuci muka. disamping sumber Comberan terdapat tempat pertapaan untuk melakukan kegiatan ritual “Prehatin” pada hari-hari tertentu yang diyakini mempunyai nilai mistis. terdapat ada pula tangga tataran yang dibuat pada zaman Jepang yang dulunya juga digunakan sebagai tempat persembunyian tentara Jepang.
Gunung Bongos
berwarna hitam menyerupai arang sebagai tempat meletakkan Blencong. Gunung Blencong yang menyerupai Blencong sebagai penerangan/lampu Kyai Ongko Wijaya saat berkumpul dengan Punokawan.
Gunung Buchu
Gunung yang bentuknya lancip dan gunung tersebut berasal dari Puncak Gunung Merapi yang dipindah oleh Punokawan, yang tujuannya dibawa ke Desa Kemadang Gunungkidul, dengan dipikul oleh Punokawan memakai kayu jarak. Berhubung disitu terdapat sumber air yang besarnya sebesar ”dandang” maka gunung tersebut tertanam ditempat yang namanya Sedandang. Bentuknya yang tinggi dan runcing Gunung Buchu digunakan untuk panjat tebing oleh pecinta alam, sampai saat ini pendaki yang berhasil menaklukkan masih bisa terhitung dengan jari. Baru 3 tim pendaki yang sukses menancapkan bendera di puncak Gunung Buchu. (Kecil, apakah ini bukit Buchu yang kau ceritakan?)
Tlogo Wungu
Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengetahui keberadaannya, bagi orang yang benar-benar bersih dan menjalankan ”Prihatin” akan mengetahui tlogo Wungu tersebut, terletak disebelah ujung timur Gunung Nglanggeran. Konon tempat ini sebagai pemandian Widodari. Jikalau bisa melihat keberadaan tlogo tersebut akan terdapat Tlundak emas, dan Canthing Emas.
Tlogo Mardhido
Sebagai tempat pemandian Jaran Sembrani tunggangan Widodari. Konon terdapat bekas tapak kuda Sembrani yang membekas dibatu.
Talang kencono
Sebagai talang air dari tlogo Mardhido sampai Jimatan Kota Gedhe Yogyakarta.
Pemean Gadhung
Mitos dinamakan Pemean Gadhung karena batang gadhung tersebut ujungnya sampai dipuncak gunung Merapi. Tempat ini sekarang dihuni banyak monyet, kelelawar dan juga ular.

jalan setapak beberapa sudah dibuat dengan tangga semen, beberapa tali dipasang guna memudahkan para pendaki. sambil mengobrol, bercanda, menyapa dan salip menyalip dengan rombongan lain kami terhenti di bawah puncak karena camp penuh. tapi mas mas baik kami mensurvey jalan setapak yang menuju sebuah tebing dengan pemandangan Gunung Merapi dan hamparan lampu kota di bawah, (subhanallah, keren banget). kami mendapatkan lokasi camp yang cantik dan segera mendirikan tenda. kami membagi tugas untuk mendirikan tenda serta membuat makan malam. camping pertamaku dengan makan super mewah selain indomie rebus haha.


menyiapkan ayam panggang

kami berpesta makanan ayam bakar, jagung bakar, kopi dan nasi sarden ala borjoan anak kuliahan sambil menikmati hamparan lampu-lampu kota dan bayangan Merapi yang nampak gagah. dari kejauahan nampak kelap kelip Kaliurang yang sedang pesta lampion, juga arah kota yang kami tebak sebagai sekaten dengan lampu sorotnya.


sambil menyantap jagung bakar dan mendengarkan mp3, kami menikmati indahnya Ipesta kembang api di langit Jogja serta gebyar-gebyar cahaya dari puncak gunung.  sungguh menawan, pokoknya susah digambarkan dengan kata-kata. hanya sedikit deskripsi, bahwa kami melihat ribuan nyala bunga-buanga api terhampar dari arah ujung barat hingga ujung timur arah solo dan klaten. termasuk kembang api dari Tuhan (kilat maksudnya). hampir setengah jam lebih kami menikmati sajian pergantian tahun, berdoa, intospeksi, dan bersyukur.

ini foto kami lagi liatin kembang api
kindahan pesta kembang api dan lampu-lampu kota jogja
kembang api dari puncak Gn. Api Purba Nglanggeran
esok paginya setelah menyesap susu cokelat hangat, sarapan mie ayam (mie instan disuwir suwir ayam haha) serta roti bakar yang masih hangat dan berpuas main poker kami menuju puncak yang berkabut saat orang-orang yang lainnya  turun.gunung ini memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. di puncak satunya (bingung arah sih yaa, barat kalo ga salah) sudah ada gazebonya, bayangin aja gimana ngebawa kayu dan atapnya dari bawah? (diucapkan ajeng) apalagi saat melewati jalur watu cepit, yaitu batu yang menghimpit sempit dengan bukit batu di kanan dan kirinya. lorong sempit dan agak gelap ini hanya bisa dilewati oleh satu orang. tapi bisa sih kayaknya lewat perengan batunya.. kayak si mas avip ngebawa tendanya ga lewat dalem cepitan batu.


habis sarapan pokeran duluuu :D
puncak dan kabut
narsis di puncak
sayangnya pada bangun kesiangan dan kabut tebal jadi ga bisa lihat sunrise. tidak terlalu kecewa karena ini bukan yang pertama, tapi sunrise di sebuah puncak tidak pernah membuat jemu bukan? lain waktu bisa kemari lagi dan melihat sunrise sunset yang indah... kalo perlu ke tempat yang lebih tinggi..  setelah berkotor-kotor dan terpeleset karena jalan licin berlumpur kami sampai di puncak, duduk sejenak dan bernarsis ria. jam 9 kami pun turun,
pokeran sebelum turun gunung
dan setelah membereskan segala hal temasuk sampah, kami benar-benar turun sambil hujan-hujanan.. serasa menjadi anak kecil lagi :D

By
 http://langittsenja.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar